Tuesday, December 7, 2010

Tahun Baru...Azam?? Hijrah laaaa


Salam Maal Hijrah untuk semua.... Alhamdulilah...td lepas je dengar laungan azan asar maka tiba dan bermulalah tahun baru islam 1432 hijrah... bermulanya kiraan tahun islam bermakna bermulalah perjuangan baru, semua insan yang menyambut kedatangan tahun islam ini... tahun baru?? ape bezanya dengan tahun lepas??? azam?? siapa tu?? hehehe....



selesai baca doa akhir tahun, baca pula doa awal tahun...niat, hajat dan azam(bukan nama manusia) pun dibuat...nekad pun di pasang dengan kemas...betul ke?? abis 2 azam tahun lepas?? tutup buku la, buka buku baru..yang lepas,biarkan lepas... sekarang fokus masa depan lak, pe yang hendak di capai....


buat pe nak dikenang yang lepas, yang lepas biarkan saja...air di sungai pun mengalir ke depan tanpa 'reverse' ini kan pula manusia....Zaman skarag bukan zaman undur2 ke belakang... Moga dengan mulanya tahun baru ini, kita semua dan diri yg kilaf ini akan berubah ke arah yang lg baik...Mulakan HIJRAH, sikap dan minda kita ke arah yang lagi baik....

HIJRAH itu satu pengorbanan.... Tinggalkan kesedihan, tinggalkan lah kesoronokan...kerna itu semua tidaklah bermakna kerna hidup ini hanyalah persinggahan yang sementara...


Untuk renungan bersama, hayatilah petikan cerita dibawah(ni la cerita pertama aku baca hari ni bila ON9)

Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap, Rasulullah s.a.w. dengan suara terbatas memberikan kutbah.

"Wahai umatku, kita semua berada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al-Quran dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu.

Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya.

Tetapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,

Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggil Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega,matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.

"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan risau, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengadu. Fatimah terpejam. Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat sungguh maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya.

"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku (peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.)"

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii.. (Umatku, umatku, umatku).."

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai seperti Baginda mencintai kita? Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Jadikan lah permulaan tahun baru ini, untu kita menambahkan takwa padanya...moga usaha kita untuk mendekatkan diri pada Nya dan Rasulnya akan membuahkan hasil..insyaallah...
Pernahkah kita menangis untuk Rasulullah s.a.w? Sedangkan di akhir hayat baginda menangis kerana kita. Renungkanlah...

No comments:

Post a Comment